Kali ini aku mau sedikit sharing tentang kehidupan sehari – hari selama menempuh program master di Seoul National University. Oh iya, perlu kamu ingat kalau di sini aku hanya sharing sebagai mahasiswa internasional yang tinggal dan menjalani kehidupan di Korea Selatan.

Aku mulai dari pengalamanku selama di lab meeting di hari senin. Bagiku hari senin sama saja seperti hari lain, penuh dengan pekerjaan dan tanggung jawab yang harus diselesaikan dengan baik. Tetapi, ada satu hal yang berbeda setiap hari senin saat menjalani program master. Ini adalah jadwal dimana aku dan teman – teman laboraturium mengumpulkan laporan mingguan yang berisi progress kita selama satu minggu sebelumnya. Sebenarnya laporan mingguan seperti ini sudah biasa kita selesaikan sebelum menjumpai hari senin. Jadi, sebenarnya tidak ada yang begitu special.

Kecuali..

Notifikasi grup laboraturium di Kakaotalk kami berbunyi.

Menakutkan. 

Notifikasi grup laboraturium dan email yang dikirim oleh Supervisor. 

Saat itu, professor kami ingin mengadakan laboratory meeting secara mendadak.

Perlu kamu ketahui laboratory meeting bukanlah presentasi biasa yang dilakukan di depan teman – teman kita, tapi selain seluruh member lab, kita juga mempresentasikan di depan supervisor kita. Kalian mengira supervisor laboraturium seperti di Indonesia yang memberikan masukan secara lemah lembut dan halus? Tentu tidak seiindah itu.

Supervisor di sini sangat amat strict mengenai hasil lab kita, jadi apabila presentasi hasil kita buruk, maka supervisor akan mengecap kita gagal dan diberikan bonus dimarahi secara habis – habisan.

Pengalaman pribadiku selama bekerja di laboraturium, belum pernah dimarahi oleh supervisorku. Bukan karena hasilku yang selalu bagus, tapi karena supervisorku yang sangat menghargai mahasiswa internasional. Banyak rumor yang bilang kalau supervisorku ini dulu pernah tersesat saat menghadiri konferensi di luar negri, lalu dibantu oleh foreigners.

Kebudayaan seperti ini sudah biasa di Korea. Supervisor atau senior sering kali keras terhadap bawahannya, dan perlu kalian tahu, saking terbiasa, orang Korea menganggap ini normal dan wajar.

Pernah saat meeting laboratory, ada salah satu senior dimarahi abis – abisan oleh supervisor. Karena aku sudah paham bahasa Korea, aku tidak habis pikir gimana dia bisa menghadapi verbal abuse (언어 폭력 ) seperti itu.

Setelah itu aku mencoba bertanya kepada senior itu “Unnie (kakak cewe yang lebih tua), kamu gapapa dimarahin kayak gitu sama Prof? Kedengarannya kasar banget.” Dia cuman jawab, “Ah gapapa, beliau (Professor) ga marah kok”

Ya aku cuma bisa diam terheran – heran. Setelah ngobrol panjang lebar dengan senior itu, aku akhirnya paham kenapa dia bisa biasa aja,

It’s their culture.

Di sini aku belajar, kalau perlakuan berbeda terhadap foreigners sepertiku juga karena perbedaan budaya. Professorku akan bersikap hati – hati terhadap orang dengan budaya yang berbeda, karena beliau takut akan menyakiti kami sebagai mahasiswa internasional. Sebaliknya, karena beliau paham betul dengan watak dan budaya orang Korea, maka dari itu dimarahi habis – habisan itu sudah biasa.

Bahkan, saat mengobrol dengan teman Korea ku, katanya ini hanya permulaan saja, belum masuk ke tingkat selanjutnya. Karena tingkat verbal abuse di pekerjaan akan dua kali lipat lebih kasar dibandingkan di tingkat universitas seperti sekarang. Aku jadi kepikiran, apa jangan – jangan ini salah satu bentuk latihan mental untuk anak – anak korea? Ya aku tidak tau juga untuk pastinya. 

Anyway, aku beryukur sekali karena professorku orang yang bijaksana, jadi memperhitungkan kalau bisa saja foreigners bisa salah paham mengenai perkataan beliau yang terlalu kasar.

Tapi, ga sedikit teman – teman Indonesia yang sakit hati karena professor mereka menyamaratakan foreigners dengan local. Professor seperti ini biasanya benar – benar berkata kasar yang sampai kalau aku sendiri yang mendengarkan pun mau menangis. Aku selalu sedih kalau dengar cerita seperti itu dari teman – teman universitas, kalau aku jadi mereka mungkin juga tidak betah dan memilih untuk pulang ke tanah air. 

Nah, itu secuil cerita tentang hari senin ku di Korea. Semoga bisa menambah pengalaman buat teman – teman yang penasaran, kayak gimana sih di sana?

Tapi perlu diingat, ini pengalaman serta cerita pribadiku selama di sana. Aku tidak mau menyamaratakan orang Korea semuanya seperti itu, karena masih banyak warga lokal korea yang baik sekali ke foreigners ataupun sesamanya. Jadi, jangan takut ya.

Tunggu cerita tentang hari lainku di korea!

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Jadi, aku coba ikut IELTS pertama kali di tahun 2015 secara otodidak selama 6 bulan. Setelah 5 tahun, akhirnya aku belajar lagi selama 1 bulan. Kenapa jaraknya belajarnya jauh banget? Soalnya test IELTS pertama kali itu pakai uang beasiswa yang aku tabung sendiri, karena takut hasilnya kalau hasilnya jelek, jadi persiapannya juga lebih lama biar maksimal hahaha!

Saat IELTS pertama, aku punya target score yang bisa dibilang sangat tinggi dibandingkan teman – temanku lainnya. Walaupun banyak yang bilang kalau itu terlalu tinggi, tapi aku tetap yakin dan pasrah sama Allah aja buat hasilnya. Kalaupun ternyata hasilnya lebih rendah daripada score impianku, ya alhamdulillah aja. 

Selama 6 bulan, aku belajar Bahasa Inggris setiap hari. Dimulai dari ngobrol pakai bahasa inggris sama teman – teman, skripsi pakai bahasa inggris, bahkan siding skripsi pun saat presentasi pakai bahasa Inggris. Buat hiburan juga sama, mulai dari nonton film, baca buku, artikel semua dalam bahasa Inggris. Akhirnya, satu bulan sebelum ujian, aku mencoba mock test IELTS dan menyelesaikan 4 task dalam seminggu. Satu minggu sebelum ujian, akhirnya intensitas belajar ditingkatkan lagi dengan melakukan mock test setiap harinya, yang pada akhirnya saat ujian alhamdulillah ga terlalu panik (walaupun listening agak panik sih hahaha) tapi gapapa karena aku udah berusaha yang terbaik.

Hari yang paling ditunggu, hari pengumuman. Aku masih takut setengah mati karena hasil IELTS ini mau dipakai buat daftar beasiswa, jadi hasilnya ga boleh di bawah 6.

Saat hasilnya berhasil terbuka, aku nangis sejadi – jadinya. Alhamdulillah, atas izin Allah, hasilnya sesuai dengan target score yang diimpikan. Aku langsung telpon Ibu sambil menangis. Aku ingat saat itu hamper jam 12 malam. Karena posisi di luar kota dan jauh, Ibu sangat panik karena anaknya telpon sambil menangis tengah malam. Tapi pada akhirnya Ibu juga turut terharu karena pencapaianku. 

Ya ini ceritaku, seorang mahasiswa S1 yang tidak ada penghasilan dan hanya tergantung dengan saku orang tua serta beasiswa kecil – kecilan dari universitas. 3 juta saat itu, buat nabung pun harus setengah mati. Sampai – sampai, rela ga ganti hp yang udah butu dan makan juga ngehemat setiap harinya. Banyak orang takut buat ambil ujian IELTS karena biayanya yang mahal. Aku juga sama, takut uang tabungan yang dikumpulin susah payah terbuang sia – sia kalau hasilnya tidak sesuai harapan. Tapi balik lagi, karena ini buat masa depan juga, ujian IELTS jadi salah satu syarat beasiswa, jadi mau ga mau aku butuh itu. Saat perjuanganku membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan, itu tidak jauh berkat doa dan restu Ibu dan Bapak, orang – orang terdekat yang selalu mendukung aku dalam keadaan apapun. 

IELTS kedua pun ga jauh beda sama yang sebelumnya. Aku memasang harapan lebih tinggi di IELTS kedua ini. Tapi karena kurang berusaha dan sedikit “nglokro” atau dalam bahasa Indonesia artinya malas – malasan, belajar juga hanya 1 bulan, jadi aku ngerasa hasilnya kurang maksimal karena ga berusaha lebih lagi. Ya mungkin karena udah pernah ngerasaiin gimana test IELTS sebelumnya, jadi cuma berharap score ga dibawah IELTS pertama. Alhamdulillahnya, hasil ujian yang didapatkan sama persis dengan ujian pertama. Alhamdulillah, tapi masih agak sedih karena ga ada peningkatan (ya karena nglokro tadi hahaha). Jadi gitu ya teman – teman, jangan mudah menyepelekan / menganggap spele, walaupun sudah pernah, kita tetap harus berusaha sungguh – sungguh pada setiap hal supaya lebih maksimal lagi, biar kalian ga ngalamin hal yang sama kayak aku nih.

Jadi buat teman – teman yang penasaran gimana sih tips and tricknya biar dapet Overall Band Score 7+? Langsung aja simak di sini (linked learn with me)

Accordion Content
“I think research is like caffeine. The more you have it, the more difficult it’s to resist the temptation”

Ketika melakukan riset, aku beribu kali memikirkan, kenapa aku dulu melakukan hal ini dan itu. Seharusnya aku tidak melakukan itu, tapi harusnya seperti ini, kenapa aku memilih metode itu, bagaimana caranya aku menjelaskan hasil perhitungan ini, bagaimana kalau professor kurang suka sama penelitianku.

Ya aku memang belum menjadi researcher yang baik buat ngejudge pemikiran – pemikiran itu tentang riset ini. Tapi, aku tidak membencinya. Instead, I’m craving more of it now, ketika aku menyelesaikan master degree.

Aku merasakan adanya passion yang terbangun ketika aku melakukan trial and error in my experiments, melakukan sintesa dan Analisa terhadap materiku sendiri, aku pun selalu tidak sabar dan berdegup sangat kencang selama menunggu dan membaca hasil risetku. Awalnya aku tidak yakin, apakah itu hanya karena “kebutuhanku” untuk menyelesaikan gelar ini. Tapi, setelah lulus, aku sadar, aku memang mencintai riset.

Aku tau, riset tidak selamanya berjalan mulus seperti yang direncanakan. Penelitian bisa saja gagal di tengah – tengah perjalanan hanya karena lupa menyalakan timer, ketika instrument yang diperlukan tidak tersedia saat diperlukan, hingga hasilnya pun bisa menjadi sangat buruk seperti kapal pecah.

Sedih saat melakukan riset? Aku yakin hamper semua scientist dan researchers pasti pernah mengalami hal ini, tapi bukan berarti ini yang akan menghentikan kita untuk terus mencari tahu dan memperbaiki riset. Hal terpenting adalah tetap maju dan mencari tahu, mencatat setiap data, teliti, selalu ingin tahu, mencari kemungkinan, dan tetap membuka pikiran, karena itu yang akan membimbing kita menuju kebenaran yang ingin kita tuju.

Suatu hari, kamu akan mengetahui bahwa hasil keringat kerja kerasmu, air mata yang mengalir, dan doa malam yang selalu kamu panjatkan, akan terbayar.

Kamu tidak membuang waktu saat melakukan riset, karena setiap Langkah itu berarti.

Salam hangat untuk para researcher di luar sana, kamu pasti bisa menghadapinya.